
Kerajaan ini mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan
Mataram, kerajaan-kerajaan yang ada di
Malang jatuh ke tangan
Mataram, seperti halnya Kerajaan
Majapahit. Sementara pemerintahan pun berpindah ke
Demak disertai masuknya agama
Islamyang dibawa oleh
Wali Songo.
Malang saat itu berada di bawah pemerintahan
Adipati Ronggo Tohjiwodan hanya berstatus kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan itu, menurut
Folklore, muncul pahlawan legendaris
Raden Panji Pulongjiwo. Ia tertangkap prajurit
Mataram di Desa Panggungrejo yang kini disebut
Kepanjen(Kepanji-an). Hancurnya kota
Malang saat itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah.
Pada zaman
VOC,
Malang merupakan tempat strategis sebagai basis perlawanan seperti halnya perlawanan
Trunojoyo (
1674 -
1680) terhadap
Mataram yang dibantu
VOC. Menurut kisah,
Trunojoyo tertangkap di
Ngantang. Awal abad XIX ketika pemerintahan dipimpin oleh Gubernur Jenderal,
Malang seperti halnya daerah-daerah di nusantara lainnya, dipimpin oleh Bupati.
Bupati Malang I adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang diangkat oleh pemerintah
Hindia Belanda berdasarkan resolusi Gubernur Jenderal
9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan. Bukti-bukti yang lain, seperti beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada sejak abad VIII dalam bentuk
Kerajaan Singhasari dan beberapa kerajaan kecil lainnya seperti
Kerajaan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam Prasasti Dinoyo. Prasasti itu menyebutkan peresmian tempat suci pada hari Jum`at Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka, yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada tanggal
28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari jadi Kabupaten Malang. Sejak tahun
1984 di Pendopo Kabupaten Malang ditampilkan upacara Kerajaan Kanjuruhan, lengkap berpakaian adat zaman itu, sedangkan para hadirin dianjurkan berpakaian khas daerah Malang sebagaimana ditetapkan.