Pra Sejarah
Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai
Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan Australia.
[3] Mereka, yang ber
fenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk asli
Melanesia (termasuk
Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (
Paleolitikum). Gelombang pendatang ber
bahasa Austronesia dengan kultur
Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui
Formosa dan
Filipina membawa kultur beliung persegi (
kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari
pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri
Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk
Maluku serta
Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik
pertanian, termasuk bercocok tanam
padi di
sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), be
ternak kerbau, pengolahan
perunggu dan
besi, teknik
tenun ikat, praktik-praktik
megalitikum, serta pemujaan roh-roh (
animisme) serta benda-benda keramat (
dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari
India akibat hubungan perniagaan.
Sejarah Awal
Di saat
Eropa memasuki masa
Renaisans,
Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu
Sriwijaya di
Sumatra dan
Majapahit di
Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi
vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di
Maluku).
Kerajaan Hindu Budha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan
Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa
abad ke-7 hingga
abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok
I Ching mengunjungi ibukotanya
Palembang sekitar tahun
670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh
Jawa Barat dan
Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan
Hindu di
Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga
1364,
Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam
wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar
abad ke-12, namun sebenarnya
Islam sudah sudah masuk ke
Indonesia pada abad 7
Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan
Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
[4] Menurut sumber-sumber
Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang
Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M)
Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan
Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan
Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula
Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya
Palembang yang masih menganut
Budha.
[5]Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama
Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama
Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir
abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya
Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan
Kristen dan
Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan
17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar
dakwah atau
mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar
Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para
mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para
pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya:
Kerajaan Samudera Pasai,
Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa,
Kerajaan Mataram,
Kerajaan Iha,
Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di
Maluku.